Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI
Jakarta 2017 sedang dalam masa panas usai calon petahanan Basuki Tjahaja
Purnama dipastikan kembali mencalonkan dirinya. Isu Suku, Agama, Ras
dan Antargolongan (SARA) pun merebak di masyarakat. Isu SARA ini
dikaitkan pada status Ahok sebagai 'non-muslim'. Namun, sehubungan
dengan isu tersebut, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengaku tidak
risau dengan hal tersebut.
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan
Sumber Daya PBNU, Rumadi Ahmad mengatakan kalau PBNU sendiri telah
mengeluarkan fatwa pada 1999 terkait pemimpin non-muslim. Seperti
dikutip dari Kompas.com,
isu yang memanas ini menurut Rumadi memang menjadi permasalahan di
kalangan masyarakat muslim. Namun, Rumadi mengaku NU sudah punya
'keputusan' terkait hal ini.
Pemimpin non-muslim boleh dipilih asalkan...
Pemimpin non-muslim memang tidak boleh
dipilih oleh kaum muslim. Hal tersebut, menurut fatwa MUI dan
Muhammadiyah adalah harga mati. Namun, Rumadi mengatakan kalau NU
sendiri punya pengecualian, melalui sebuah fatwa yang mengatakan kalau
muslim boleh memilih pemimpin non-muslim dengan beberapa syarat.
Pertama, bila benar-benar tidak ada calon
pemimpin orang Islam yang mampu memimpin. Kemudian, bila calon muslim
tersebut dicurigai berkhianat maka alternatifnya boleh memilih
non-muslim. Terakhir, tokoh non-muslim dapat dipilih selama orang
tersebut tidak menjadi ancaman bagi umat Islam. Ketiga syarat tersebut
dikeluarkan atas alasan bahwa NU tidak menganggap mereka dalam perang
lagi. Sekarang adalah masa damai.
Namun, jika perdamaian sekarang terus
disamakan dengan ayat yang mengharamkan pemimpin non-muslim, menurut
Rumadi tidaklah relevan. Akan tetapi, fatwa tersebut diragukan oleh
mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, salah satu organisasi sayap
NU.